Luka Lama

“Halo, ma..” jawab Bryan seraya mengemudi. “Bryan, nanti malam kamu datang kan ke pesta pernikahan kakak kamu?” tanya Rina, mamanya Bryan. “Ma, aku sibuk.. tapi aku usahakan ya...” jawab Bryan. “Bryan, yang nikah itu kakak kamu, kamu ini kenapa sih? Kalau kamu gak datang itu sama artinya kamu gak menghargai kakakmu!!” bentak Bu Rina. “Hmm, oke ma.. Aku usahakan ya.. Aku tutup telepon ya..” lanjut Bryan. Tak ada jawaban lagi, mamanya sudah menutup telepon.

        Bryan menancap gas mobilnya di kota Bandung yang lagi sepi itu menuju kantornya. Sesampainya di kantor, dia mengatur semuanya, memberitahukan apa yang harus dilakukan apabila dia tidak ada di kantor. Bryan sempat meeting 2 jam, lalu ia pun pergi mencari souvenir untuk pernikahan kakaknya. Segera setelah selesai memilih sepasang jam tangan yang unik, ia menuju Jakarta, kota yang telah ditinggalkannya enam bulan lalu.

        Sementara itu, di rumah Bryan, sedang dilakukan persiapan dekorasi. Cherrie, kakak Bryan, sedang make up. Makanan untuk para tamu dipersiapkan. Segala sesuatunya diatur sedemikian rupa agar pesta pernikahan Cherrie dengan Andy berlangsung lancar. Pukul 19.00, acara dimulai. Tamu-tamu mulai berdatangan dan menyalami pasangan baru itu. Cherrie kelihatan sangat anggun dengan kebaya putihnya. Begitu juga dengan Andy yang sangat tampan dengan tuxedo putih. Mereka sungguh pasangan yang serasi. Bu Rina dan suaminya juga sudah mempersiapkan penampilan terbaik mereka di acara pernikahan putri tunggalnya. Sayangnya, Bryan belum hadir. Mamanya sudah sibuk melayani tamu-tamunya yang merupakan teman arisannya. Papanya sendiri sibuk melayani rekan kerjanya. Akibatnya, mereka tidak sadar akan kehadiran Bryan, putra tunggal mereka.

“Kak..” sapa Bryan sambil mendekati pengantin yang manis itu.

“Bryan..” jawab kak Cherrie, memeluk Bryan, adik satu-satunya yang paling ia sayangi.

“Kakak senang banget kamu datang, udah enam bulan kita gak bertemu. Kamu baik-baik aja kan?” lanjutnya.

“Iya, kak.. Kakak cantik banget hari ini. Selamat ya, kak.. Ini buat kakak dan kakak ipar,” jawab Bryan, menyodorkan bungkusan sepasang jam tangan.

“Bryan, gak usah repot-repot, but overall, thank you ya..” jawab Andy.

“Yoi, gak usah sungkan gitu donk, kak.. Oh ya, ingat jaga kakakku baik-baik ya,” lanjut Bryan.

“Iya, tenang aja...”jawab Andy sambil tersenyum.

“Bryan, kakak mau ngomong sama kamu sebentar,” potong kak Cherrie.

“Tapi aku mau ketemu mama papa dulu, kak” jawab Bryan.

“Udah, bentar aja koq.. Lagian mereka juga lagi sibuk sama tamu mereka,” lanjut kak Cherrie, menarik tangan Bryan menjauhi Andy.

Setelah agak jauh dari keramaian,

“Bryan, kakak kangen banget sama kamu. Apalagi mama papa. Mereka kangen juga sama kamu. Bayangkan, enam bulan bukan waktu yang singkat. Sebentar lagi, kakak akan hidup di luar rumah ini, mama pasti kesepian, papa kerja.. Enam bulan terakhir ini mama sering menangis sendiri di rumah. Aku khawatir sama mama, apalagi setelah aku gak di rumah, mama pasti tambah khawatir. Yah, aku harap kamu mau kembali menetap di Jakarta, biar mama gak kesepian lagi,” jelas kak Cherrie panjang lebar.

“Kak...” hanya kata itu yang keluar dari mulut Bryan.

“Kakak gak mau maksa kamu, tapi kakak rasa enam bulan di Bandung udah cukup buat kamu lupain dia,” lanjut kak Cherrie.

“Kak, gak usah bahas masalah itu lagi,” jawab Bryan, sedikit membentak.

“Oke, aku minta maaf, tapi aku rasa kamu harus mempertimbangkan ini,” lanjut kak Cherrie.” Sekarang kamu pergi temuin mama papa sana!”

“Iya, kak..” jawab Bryan, menjauh dari kak Cherrie dan mencari sosok mama papanya.

 

Saat matanya menangkap sosok mamanya, mamanya sedang asyik berbincang dengan temannya. Bryan pun berjalan mendekatinya, “Permisi,” sapa Bryan. Bu Rina menoleh, “Bryan!” jawab mamanya, matanya berbinar-binar karena kegirangan. “Sebentar ya,” permisi mama pada temannya itu. Lalu, menarik tangan Bryan menjauhi keramaian, dan

“Bryan, mama kangen sekali sama kamu,” kata mamanya seraya memeluk Bryan.

“Aku juga kangen sama mama. Mama baik-baik aja kan?” tanya Bryan.

“Kalau kamu kangen sama mama, pulang ya, jangan ke Bandung lagi,” lanjut mamanya.

“Ma...” jawaban singkat yang keluar dari mulut Bryan.

“Kenapa? Kamu gak mau nemenin mama di sini? Kamu udah gak sayang lagi sama mama?” tanya mamanya bertubi-tubi.

Tiba-tiba,

“Bryan!” sapa papanya.

“Pa..” balas Bryan.

“Kapan kamu sampai? Udah sapa kakak kamu?” tanya papanya.

“Udah, pa.. Kak Cherrie cantik ya, pa.. Sama cantiknya gak sama mama waktu nikah?” goda Bryan.

“Apa maksud kamu? Mau bandingin mama sama Cherrie?” tanya mamanya dengan senyum manisnya.

Yah, sudah lama Bryan tidak melihat senyum mamanya. Sejak enam bulan yang lalu, tak sekalipun dia pulang ke Jakarta, dan sebenarnya dia juga tidak bermaksud pulang ke Jakarta malam ini. Tapi mengingat, malam ini malam bahagia keluarganya, jadi dia pun pulang.

 

Peristiwa yang sudah hampir setengah tahun itu masih lekat di pikiran Bryan. Sore itu, Bryan, Saskia, pacarnya Bryan, kak Cherrie, dan kak Andy sedang berada di bridal/ salon. Kak Cherrie dan kak Andy sedang mencoba gaun pengantin yang akan dikenakan pada malam pernikahan mereka. Sedangkan Bryan dan Saskia menunggu di runag tunggu.

“Bryan, Minggu ini aku berangkat ke Jepara ya, ada tugas,” kata Saskia memecah kesunyian.

“Oh ya? Berapa hari?” tanya Bryan.

“Seminggu,” jawab Saskia singkat.

“Ooo.. Oke.. Kamu yang hati-hati ya di sana..” lanjut Bryan.

Gadis manis itu mengangguk.

 

Begitulah hari-hari berlalu, hingga pagi Minggu keberangkatan Saskia ke Jepara. Di bandara...

“Bryan, aku pergi dulu ya..” kata Saskia.

“Sas, aku punya kejutan buat kamu. Jadi kamu harus janji sama aku..” lanjut Bryan.

“Janji??” tanya Saskia, kebingungan.

“Kamu harus pulang dengan selamat minggu depan. Kejutan itu menunggumu, sayang..” lanjut Bryan.

“Dasar, Bryan.. Ada-ada aja kamu.” ucap polos Saskia.

“Lho?? Aku gak bercanda ini.. Ayo, kamu harus janji dulu..” lanjut Bryan, menunjukkan jari kelingking tangan kanannya (seperti orang berjanji).

“Iya, Bryan.. Kamu tenang aja ya..” jawabnya, tersenyum, melingkarkan jari kelingkingnya ke jari kelingking kekasihnya.

“Ya udah, kamu yang hati-hati ya.. Ingat telepon aku..” lanjut Bryan, memeluk Saskia.

Lalu berangkatlah Saskia ke Jepara. Bryan pun pulang tanpa mengetahui sesuatu yang buruk akan terjadi pada kekasih hatinya yang akan dilamarnya begitu pulang dari Jepara.

 

Di siang minggu yang sama, Bryan sedang menonton televisi. Tiba-tiba ada Headline News, "Pesawat terbang Garuda 1209 dengan tujuan Jepara mengalami kecelakaan. Kondisi badan pesawat hancur dan diperkirakan semua penumpangnya meninggal. Penyebab kecelakaan masih diselidiki oleh pihak kepolisian."

Seketika itu juga, Bryan shock dan langsung menuju bandara karena bangkai pesawat beserta korban-korbannya sekarang berada di bandara. Mamanya menyapa Bryan begitu melihat Bryan terburu-buru,"Bryan, ada apa nak? Kenapa buru-buru?"

Bryan tidak mengacuhkan mamanya dan langsung mengemudi mobilnya menuju bandara. Hatinya tak tenang mengingat kekasih hatinya itu.

Mamanya yang masih kebingungan dikejutkan oleh suara papa Bryan, "Ma, pesawat yang dinaiki Saskia kecelakaan," kata papanya lemas.

"Hah?? Yang bener??" tanya mama tak percaya.

"Iya, ma," jawab papa.

"Ya ampun.. Pa, kita ke bandara sekarang ya, mama khawatir sama Bryan," lanjut mama.

 

Maka berangkatlah mereka menyusul Bryan. Bryan yang dari tadi sudah sampai, masih menunggu kabar dari petugas. Setelah 10 menit menunggu, petugas menjumpai Bryan, dan berkata,"Maaf, pak.. Mbak Saskia... Sudah meninggal.."

Bagai disambar petir siang itu, Bryan langsung terduduk lemas di lantai. Sekujur tubuhnya bergetar mendengar berita itu.

"Bapak pasti bohong!!! Saskia gak mungkin meninggal, dia sudah janji akan pulang dengan selamat, dia gak mungkin pergi!!!"jerit Bryan, mengguncang-guncangkan badan petugas itu. Petugas itu tampak tak berdaya, berkata "Yang sabar, pak.. Saya turut berduka."

"Gak, kamu pasti bohong, iya kan???" lanjut Bryan. Tak terasa air matanya mengalir deras di pipinya. Bryan terduduk lemas, meratapi kepergian Saskia untuk selama-lamanya.

"Bryan!" jerit mamanya, begitu melihat Bryan terkulai lemas di lantai, "Bryan, apa yang terjadi, nak?"

"Saskia, ma.. Saskiaaa..." hanya itu yang keluar dari mulutnya.

Mamanya merasa ada yang tidak beres, lalu menoleh ke papa, papanya mengangguk, dan berkata, "Saksia sudah meninggal, ma.."

"Bryan, ya ampun, nak.. Yang sabar ya.." hibur mamanya, air mata pun mengalir, turut merasakan kesedihan putranya.

 

Pada hari pemakaman Saskia, semua sudah pulang, tinggallah mama papa Saskia, Bryan, dan keluarganya. Mama Saskia tak henti-henti menangisi kepergian putri tunggalnya, terus dihibur oleh papanya. Bryan sendiri kelihatan masih shock, tak ada lagi semangat hidupnya. Tak lama kemudian, mama papa Saskia meninggalkan makam, sementara Bryan masih enggan pergi dari sana.

"Bryan, kita pulang yuk," ajak kakaknya, Cherrie.

"Kalian pulang duluan saja, aku masih mau di sini," jawab Bryan lemah.

"Bryan, mau sampai kapan kamu di sini? Kita pulang aja ya?" lanjut kak Cherrie, seraya merangkul Bryan, hendak membawanya pulang.

Bryan malah menghempaskan tangan kakaknya, "Aku kan sudah bilang, aku masih ingin di sini," jerit Bryan.

"Bryan, mau sampai kapan kamu seperti ini, terus meratapi Saskia, mama gak tega lihat kamu terus seperti ini. Relakanlah, nak, ikhlaskan.. Kamu harus melanjutkan hidupmu," tangis mamanya.

Bryan tampak mencerna kata-kata mamanya. "Maafin aku, tapi aku masih pengen di sini. Tolong biarkan aku di sini," mohon Bryan.

Papanya yang mengerti perasaannya, berkata, "Ya sudah, kita pulang duluan," mengajak mama dan Cherrie pulang. Mamanya masih saja menangis, Cherrie sendiri kecewa dengan tingkah adiknya. Papanya berkata, "Bryan butuh waktu, kalian jangan terlalu memaksanya, ya.."

 

Sejak kepergian Saskia, Bryan seperti kehilangan nyawa hidupnya, kerjanya hanya melamun. Keluarganya bingung harus berbuat apa untuk membuatnya kembali hidup. Mamanya berusaha mencari  cara agar Bryan bisa melupakan Saskia, yaitu dengan mengenalkan putri temannya. Tapi, semuanya sia-sia, Bryan cuek pada mereka semua. Hingga akhirnya, Bryan memutuskan untuk pergi ke Bandung, menangani perusahaan papanya di sana. Walau awal-awalnya, mamanya tidak setuju, akhirnya mengizinkan ia pergi, dengan harapan, setelah ia pulang, Bryan bisa menjadi Bryan yang sebelumnya dan melupakan Saskia. Namun, harapan itu pun sirna. Selama enam bulan di Bandung tak dapat membuat Bryan melupakan Saskia, walau berusaha keras, tetap saja tak bisa melupakannya. Yang ada, malah Bryan semakin terluka.

 

Malam itu, pesta pernikahan Cherrie dan Andy berjalan lancar. Kebahagiaan mama Bryan juga lengkap sudah berkat kehadiran putranya. Mamanya juga bertekad akan menahan kepergian Bryan kembali ke Bandung.

 

“Bryan, ayo mama kenalin kamu sama seseorang, kamu pasti bakal suka sama dia,” kata mama Bryan saat Bryan sedang menyantap makanan.

“Hah?? Siapa ma?” balas Bryan.

“Nanti kamu juga akan tahu.. Ayo, ikut mama,” ajak mamanya.

Maka mereka pun berjalan mendekati satu keluarga yang lagi berbincang.

“Mbak Karen, Mas, Nayla, ini kenalin anak laki-laki saya. Dia baru pulang dari Bandung,” sapa mama Bryan.

“Halo, aku Bryan,” sapa Bryan dengan senyum terpaksa. Dalam hatinya, sudah tahu maksud mamanya.

“Oh.. Ini Bryan ya? Bryan cocok ya sama Nayla, pa?” aju Mbak Karen pada suaminya.

Suaminya yang mengerti maksud istrinya, langsung berkata,”Iya.. Nay, kalian ngobrol dulu ya, mama papa mau sapa temen lama dulu, ya?”

“Tapi, ma, pa..” potong Nayla.

Tak ada yang memedulikan perkataan Nayla, mama papa Nayla pergi bersama mama Bryan. Tinggallah Bryan dan Nayla. Mereka berdua kelihatan kesal.

“Hmm, aku tak ngerti jalan pikiran mama papa aku. Sekarang ini udah zaman apa? Masih aja main jodoh-jodohan..” kata Nayla memecah kesunyian.

“Oh ya? Mama aku juga..” jawab Bryan singkat.

“Mama kamu juga gitu ya? Hmm, benar-benar gak ngerti sama mereka.” Lanjut Nayla.

“Well, aku Bryan,” lanjut Bryan, seraya mengajukan tangan kanannya, hendak bersalaman dengan Nayla.

“Aku Nayla,” jawab Nayla, bersalaman dengan Bryan.

Begitulah pertemuan pertama mereka.

 

Pesta pernikahan itu berjalan hingga pukul 23.00. Saat tamu-tamu mulai berpulangan, Bryan juga hendak pamit.

“Ma, Pa, aku balik duluan ya..” kata Bryan.

“Kamu mau pulang ke mana? Ini rumah kamu...” jawab mamanya.

“Ma, urusanku di Bandung belum selesai. Aku janji, begitu semua selesai, aku akan kembali ke Jakarta,” jawab Bryan.

“Mama yakin itu cuma alasan kamu, begitu kamu kembali ke Bandung, kamu akan lupa sama mama,” lanjut mamanya.

“Ma.. Mama udah gak bisa percaya sama aku ya?” tanya Bryan.

“Bryan, mau sampe kapan kamu menghindar? Saskia udah meninggal, dia gak akan pernah kembali lagi!! Buat apa kamu masih memikirkan orang yang sudah meninggal, hah??” jerit mamanya.

Tamu-tamu yang belum pulang, memperhatikan mereka.

“Ma...” potong papa Bryan, “Jangan keras-keras, masih ada tamu yang belum pulang.”

“Ma, jangan pernah bahas masalah itu lagi!!” balas Bryan tak mau kalah.

Mamanya mulai menangis, papanya bingung harus bagaimana.

“Bryan, cukup nak..” kata papanya.

Bryan yang sudah mulai memanas karena mamanya mulai mengungkit-ungkit masalah itu, mulai berjalan pergi. Papanya mencoba menahannya.

“Oke, kalau kamu memang mau kembali ke Bandung, tapi jangan sekarang, ini udah malam. Besok pagi aja kamu kembali,” kata papanya.

“Enggak, pa.. Aku harus kembali sekarang,” jawab Bryan tegas.

“Biarin aja dia pergi, pa... Kita udah gak pernah dianggap sama dia,” kata mamanya.

Hati Bryan sakit mendengar perkataan mamanya. Hatinya begitu terluka, tak ada seorang pun yang mengerti dirinya. Ia berjalan keluar dari rumahnya dan mengemudi mobilnya dengan hati tak karuan.

Akhirnya ia sampai di suatu tempat, suatu taman luas penuh bunga.. Ya, tempat ini merupakan destini favorit dia dan Saskia. Kenangan lama itu muncul kembali. Bryan terduduk di sana, mengenang masa-masa indah bersama Saskia.

Saskia, gadis cantik yang berhasil menarik perhatiannya, juga cinta pertamanya, gadis yang riang dan mandiri. Saat sulit pasti ada Saskia yang menemaninya melewatinya. Gadis itu penuh semangat menjalani hidup ini, sehingga sedikit demi sedikit, semangat hidup itu juga menular ke Bryan. Itulah kenapa Bryan sseolah kehilangan semangat hidupnya begitu Saskia pergi. Tiga tahun menjalin asrama, Bryan begitu bahagia, dan bahkan ia sudah mau melamar Saskia. Kejutan yang dijanjikan Bryan pada Saskia yaitu hendak melamarnya. Tapi, keadilan tak berpihak padanya. Bryan tak sempat melamar gadis itu dan ia harus kehilangannya selamanya.

 

Air mata Bryan membasahi pipinya. Ia menjerit dalam hatinya,”Kenapa, Saskia, kenapa kamu gak menepati janji kamu untuk pulang dengan selamat? Kenapa kamu tega ninggalin aku sendiri di sini? Enam bulan tanpamu, hidupku berat. Aku berusaha untuk bisa menerima kenyataannya, tapi sulit. Saskia, aku benar-benar masih sayang sama kamu.”

 

Malam itu, Bryan tertidur di sana, ia tidur dalam tangisan kerinduannya pada Saskia. Malam itu, ia bermimpi Saskia. Di dalam mimpi itu, Saskia berbicara padanya,"Bryan, aku menunggumu enam bulan untuk kembali ke Jakarta. Akhirnya kamu kembali. Aku minta maaf ya, tidak menepati janjiku. Tapi ini semua kuasa Tuhan, Bryan. Aku tak mampu melawanNya.. Bryan, tolong.. Lanjutkan hidup kamu tanpa aku, hidup kamu masih panjang. Kamu gak boleh terus meratapi aku. Lihat keluarga kamu, merekalah yang paling khawatir pada kamu. Bryan, aku mohon, bangkitlah, lupakan masa lalumu, carilah kebahagianmu di sana. Aku yakin Tuhan pasti punya rencana lain untuk kebahagiaanmu. Aku sayang kamu, Bryan.."

 

"Saskia..." jerit Bryan begitu ia sadar.. Mimpi itu terasa sangat nyata. Kemudian, muncul pikiran-pikiran tentang kata kakaknya, kata-kata mamanya, yang sangat menginginkan Bryan kembali seperti dulu.. Setelah termenung sebentar, Bryan sadar, ia harus memulai hidup barunya tanpa Saskia..

Maka ia pun berjalan menuju mobilnya, mengemudi mobil kembali ke rumahnya.

 

Sesampainya di rumah, ia mencari mamanya, di kamar mamanya, tidak ada orang. Lalu, ia menuju kamarnya sendiri. Di sana ia melihat mamanya, duduk menangis sambil memegang foto Bryan bersama Saskia. Hati Bryan sakit melihat mamanya sangat terluka akan perilakunya. Bryan bertekad dalam hati,"Mulai hari ini aku gak akan lukain mama papa lagi, aku janji."

 

Lalu, Bryan pun berjalan mendekati mamanya, memanggil,"Ma..."

Mamanya mengangkat kepalanya, melihat putranya berdiri di sana, sedang meneteskan air mata..

"Bryan, kamu kembali, nak?" tanya mamanya.

Bryan berjalan mendekat, lalu berlutut di samping mamanya, berkata,"Ma, maafin aku.. Aku anak durhaka, aku terus aja membuat mama papa menderita, maafin aku, ma..."

Air mata penuh penyesalan ditumpahkannya saat itu.

"Bryan.." hanya kata singkat itu yang keluar dari mulut mamanya.

"Ma, aku akan kembali ma, aku akan mulai hidup baruku. Ma, aku janji gak akan nyakitin mama lagi.. Aku menyesal, ma.." lanjut Bryan.

"Bryan, kamu sungguh-sungguh dengan perkataanmu, nak?" tanya mamanya tak percaya.

"Iya, ma.. Mulai sekarang Bryan mau mendengarkan kata-kata mama. Enam bulan ini merupakan bulan-bulan terberat dalam hidupku. Aku gak sadar, mama juga menderita gara-gara aku. Maafin aku, ma.." kata-kata Bryan bercampur dengan air matanya.

"Bryan, akhirnya kamu kembali.." kata mamanya, seraya memeluk putranya itu. Kedua orang itu larut dalam kesedihan yang mendalam.

"Mama tahu, Tuhan pasti mendengar doa mama. Hari ini benar-benar datang.. Ini semua berkat Tuhan," lanjut mamanya.

Dalam hati, Bryan mengucap syukur.. Ya, belum terlambat untuk memulai hidup barunya. Saskia akan selalu ada dalam kenangan Bryan, tapi hidup harus terus berlanjut..

Comments

Popular posts from this blog

Arti Ayu Vanno Sukkham Balam

Baksos 24 April 2016 - Panti Asuhan Anugerah Kasih Medan

PATRIA BASIC TRAINING 2016 - PART 1